Kami, (Pelit)
Kami dipaksa menggosok bumi sampai putih.
Tak tahu tangan sudah mulai hilang kulit,
Tak tahu keringat sudah menganak parit,
Pun, tak
tembus pandang jejak yang mulai bersih.
Kami
dipaksa tertawa sengit.
Tak tahu
darah menetes perlahan,
Tak tahu
nafas mulai tertahan,
Pun, tak bergeming bertumpuk jarak yang semakin pelit.
Ladang-ladang kami buka dengan seadanya tenaga
Kami
cangkul kami gemburkan tanah disertai doa,
Jika musim
sedang kemarau, mata lah yang mendung agar segera hujan.
Meski tahu mulai mengering, tetap saja kami peras cawan
perlahan-lahan.
Jambi, 7
November 2013
Komentar
Tri Susanti, iya mba, diksinya sengaja dipilih yang kuat untuk penggambarannya, penuh emosi, tapi seperti tidak emosi, (nah lho, haha)
Mba Mutia Ohorella suka? Alhamdulillah banget dah kalau mba suka, hehe. :)