gambar diambil dari kninikhukumonline |
Pada suatu kesempatan saya pernah mendengar sekelompok orang sedang berbincang santai tentang Bank khususnya Bank Syariah. Intinya mereka berpendapat bahwa Bank Syariah namanya saja yang syariah, tapi tetap haram karena modal pembentukannya berasal dari salah satu bank konvensional yang secara umum semua produknya mengandung hal hal yang dilarang dalam agama Islam (Riba, Gharar, dll). Saya tidak menyalahkan mereka karena ini adalah obrolan mereka terlebih karena latar belakang yang sedang ninmbrung adalah rata-rata orang tua dan paruh baya yang masih belum mendapatkan edukasi tentang Perbankan Syariah.
Jadi, Bank Syariah itu secara modal halal atau
haram?
Pada kesempatan lain, jauh setelah perbincangan ini saya dengar, saya berkesempatan ikut serta dalam sebuah event via Zoom Cloud Meeting selama 1 hari penuh (jam 8 pagi sampai jam 6 sore) dimana salah satu pembicaranya adalah Departement Head Syariah Compliance dari salah satu Bank Syariah ternama di Indonesia. Di sesi Tanya jawab, pertanyaan diatas muncul kembali. Mengutip penjelasan DepHead Syariah Compliance, bahwa modal bank syariah adalah Halal, meskipun berasal dari Bank Konvensional.
Secara umum memang benar bahwa produk-produk yang ada di perbankan konvensional mengandung hal yan dilarang agama Islam yaitu Riba namun, tidak semua produknya bisa langsung kita labeli produk riba. Sebagai contoh, layanan jasa transfer, tarik tunai di ATM antar Bank. Pada layanan ini, bank akan mendapatkan imbal jasa berupa keuntungan atas produk jasa yang dipakai oleh seorang nasabah. Jika dalam 1 hari 1 mesin ATM dipakai oleh 200 orang untuk melakukan transfer antar Bank, dengan imbal jasa Rp.6.500 per satu kali transaksi, maka pada hari itu Fee Based Income yang didapat Bank dari 1 mesin ATM tersebut adalah Rp.1.300.000,- . Dalam 1 bulan 1 mesin ATM menyumbangkan keuntungan sebesar Rp.39.000.000,-
Tentu sudah bisa dibayangkan seandainya suatu Bank mempunyai jaringan mesin ATM sekitar 8.500 buah mesin ATM di seluruh Indonesia. Dengan perkiraan perhitungan tadi, suatu Bank mendapat keuntungan dari jasa transfer sebesar Rp.331.500.000.000,- per bulannya. Jika dikali 12 bulan? Tentunya bisa dibayangkan besaran keuntungan jasa atau dalam bahasa perbankan termasuk kepada Fee Base Income.
Jika, missal, pendirian sebuah Bank Syariah membutuhkan dana awal sebesar 500 Milyar, maka cukup dari jasa Fee Base Income seperti diatas, modal halal dari transaksi jasa perbankan konvensional sudah cukup. Kenapa imbal jasanya halal? Mengutip kembali penjelasan Narasumber bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib pernah mengambil upah dari menimbah air sumur untuk orang Yahudi. Berdasarkan hal tersebut berarti imbal jasa transfer di ATM antar bank, meskipun milik Bank Konvensional, maka hal tersebut halal digunakan.
Jadi, mari jangan ragu untuk menggunakan layanan jasa keuangan syariah dengan niat berikhtiar menghidarkan diri dari Riba.
*Catatan ini dikutup dari Short Training Syariah Compiance dengan tema Impelentasi Akad Pada Produk Bank Syariah tahun 2022