Jumat, 16 September 2022

Bank Syariah, modalnya halal atau haram?

0 comments

 

gambar diambil dari knilikhukumonlie
gambar diambil dari kninikhukumonline

Pada suatu kesempatan saya pernah mendengar sekelompok orang sedang berbincang santai tentang Bank khususnya Bank Syariah. Intinya mereka berpendapat bahwa Bank Syariah namanya saja yang syariah, tapi tetap haram karena modal pembentukannya berasal dari salah satu bank konvensional yang secara umum semua produknya mengandung hal hal yang dilarang dalam agama Islam (Riba, Gharar, dll). Saya tidak menyalahkan mereka karena ini adalah obrolan mereka terlebih karena latar belakang yang sedang ninmbrung adalah rata-rata orang tua dan paruh baya yang masih belum mendapatkan edukasi tentang Perbankan Syariah.

Jadi, Bank Syariah itu secara modal halal atau haram?
 

Pada kesempatan lain, jauh setelah perbincangan ini saya dengar, saya berkesempatan ikut serta dalam sebuah event via Zoom Cloud Meeting selama 1 hari penuh (jam 8 pagi sampai jam 6 sore) dimana salah satu pembicaranya adalah Departement Head Syariah Compliance dari salah satu Bank Syariah ternama di Indonesia. Di sesi Tanya jawab, pertanyaan diatas muncul kembali. Mengutip penjelasan DepHead Syariah Compliance, bahwa modal bank syariah adalah Halal, meskipun berasal dari Bank Konvensional.

Secara umum memang benar bahwa produk-produk yang ada di perbankan konvensional mengandung hal yan dilarang agama Islam yaitu Riba namun, tidak semua produknya bisa langsung kita labeli produk riba. Sebagai contoh, layanan jasa transfer, tarik tunai di ATM antar Bank. Pada layanan ini, bank akan mendapatkan imbal jasa berupa keuntungan atas produk jasa yang dipakai oleh seorang nasabah. Jika dalam 1 hari 1 mesin ATM dipakai oleh 200 orang untuk melakukan transfer antar Bank, dengan imbal jasa Rp.6.500 per satu kali transaksi, maka pada hari itu Fee Based Income yang didapat Bank dari 1 mesin ATM tersebut adalah Rp.1.300.000,- . Dalam 1 bulan 1 mesin ATM menyumbangkan keuntungan sebesar Rp.39.000.000,-

Tentu sudah bisa dibayangkan seandainya suatu Bank mempunyai jaringan mesin ATM sekitar 8.500 buah mesin ATM di seluruh Indonesia. Dengan perkiraan perhitungan tadi, suatu Bank mendapat keuntungan dari jasa transfer sebesar Rp.331.500.000.000,- per bulannya. Jika dikali 12 bulan? Tentunya bisa dibayangkan besaran keuntungan jasa atau dalam bahasa perbankan termasuk kepada Fee Base Income.

Jika, missal, pendirian sebuah Bank Syariah membutuhkan dana awal sebesar 500 Milyar, maka cukup dari jasa Fee Base Income seperti diatas, modal halal dari transaksi jasa perbankan konvensional sudah cukup. Kenapa imbal jasanya halal? Mengutip kembali penjelasan Narasumber bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib pernah mengambil upah dari menimbah air sumur untuk orang Yahudi. Berdasarkan hal tersebut berarti imbal jasa transfer di ATM antar bank, meskipun milik Bank Konvensional, maka hal tersebut halal digunakan.

Jadi, mari jangan ragu untuk menggunakan layanan jasa keuangan syariah dengan niat berikhtiar menghidarkan diri dari Riba.

*Catatan ini dikutup dari Short Training Syariah Compiance  dengan tema Impelentasi Akad Pada Produk Bank Syariah tahun 2022

Lanjutin Baca

Rabu, 19 Agustus 2020

Pesan Sang Guru Kepada Salah Satu Muridnya

0 comments

 

Suatu ketika, pada saat Sang Guru, Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi sedang sakit, salah satu muridnya, yaitu Ustadz Au'ni Mohamed, seorang Da'i dari Malaysia, datang menjenguk bersama seorang temannya. Dalam kunjungan tersebut, Sang Guru memberikan pesan kepada Sang Murid:

Suatu saat ketika kamu pulang ke negerimu, kamu sudah belajar bermacam-macam ilmu (Ushuluddin, Syariah, Lughah, Dll) yang bisa kamu peroleh di sini (Al Azhar, Mesir), Namun pada suatu saat kita kembali ke tempat asal, tentu yang ramai datang belajar (di mesir sini) akan mengajar di negeri asal dengan jumlah yang tidak sama (lebih sedikit). Bila kamu pulang mengajar, kamu akan temui dua hal yang akan terjadi: Yang pertama, satu kumpulan akan mengajar sesuai dengan ukuran (dan kepakarannya) masing-masing. Yang kedua, kumpulan ini justru yang paling ramai. Bila kamu pulang (ke negerimu), bukalah Muqaddimah awal kitab Bidayatul Hidayah , karya Imam Al Ghazzali. 

 

Dalam kitab tersebut dikatakan, seseorang yang berilmu, sebelum dia berilmu benar-benar dan sebelum dia mengajar orang lain, samalah seperti Allah Ta'ala mewajibkan kita Zakat. maksudnya adalah, golongan yang kedua yang dimaksud oleh Sang Guru adalah, yang banyak dan ramai akan berbicara di depan orang (Mengajar, mengadakan pengajian, Pen.) adalah orang-orang yang belum atau tidak cukup haul/nisab dalam keilmuannya. 

Sumber : Kuliah Ustadz Auni Mohamed, oleh AKS Studio, Reupload oleh Hazkurie Production, menit ke 09:42 sampai dengan menit ke 13:26

Bisa lihat disini



Lanjutin Baca

Sabtu, 30 Januari 2016

Maaf ya Mba, Tulisan Saya Jelek Sekali.

3 comments

Hampir satu jam tubuh saya yang dibungkus jaket Boss abu-abu disirami hujan rintik. Sesekali saya melirik jam tangan Rolex hitam yang juga mulai kedinginan. Saya harus sampai di Kantor Pos sebelum jam 5 sore, saya berbicara dalam hati. Dengan bunyi knalpot yang sesekali terputus-putus, Honda tua itu saya gas setinggi tingginya. Ternyata jari telunjuk speedometernya hanya bisa sampai di angka 70. Ah, biarlah, yang penting sampai.

Di pelataran parkir, di seberang pintu jembatan Pedestrian yang meliuk melintang di atas sungai Batanghari hingga menara Gentala Arasy, di depan sebuah bangunan yang cukup besar dengan dominasi warna orange, saya langsung menemui juru parkir;
 "masih buka ya, mas?"
"masih, mas. langsung masuk aja ke dalam"

Seperti kebingungan saya melihat kesana kemari. Ini baru pertama kalinya saya akan narik uang lewat Wesel Pos. Saya lihat hanya ada dua orang petugas. Enam tempat yang lainnya sudah kosong, mungkin karena jam sudah menunjukkan pukul 05.15 sore.

"Mba, saya mau ngambil duit" saya berbicara dengan salah satu petugas sambil menyodorkan Si Kodok Merah Putih Nokia kepadanya.

"Itu nomor Ntp dan Pin-nya mas, silahkan isi formulir terlebih dahulu di sebelah sana dan tolong foto kopi KTPnya juga ya."

Saya hanya tersenyum dan segera menuju meja tempat pengisian formulir. Ini pertama kalinya saya mengisi formulir penarikan Wesel Pos. Sedikit bingung, karena contoh pengisiannya sepertinya sudah disobek, hanya tertinggal sudut kertas sebelah kanan atasnya saja. Dari jarak sepuluh meter mba yang tadi sesekali melihat ke arah saya. Mungkin dia berkata dalam hatinya, kok lama sekali yaa, apa ga bisa ngisinya?.

Saya isi formulirnya dengan cepat-cepat dan dalam keadaan menggigil, dan cepat-cepat kembali ke meja petugas.

"ini mba, formulirnya"

Dia tidak menjawab tapi hanya memandang formulir tadi dengan dahi mengkerut kemudian mencolek teman sebelahnya dengan penuh tanya.

"Maaf mba, tulisan saya jelek sekali ya?" saya langsung mendahului sebelum dia yang mengatakannya.

Dia hanya tersenyum. Dari sisi kanan ruangan seseorang setengah berteriak;

"kok, lamo nian, bang?"
"Iyo, soalnyo baru kali ini narik Wesel"

"Ooo, jadi Mas ini kerja di tempat yang sama dengan mba yang teriak itu ya?"

Dia tertawa geli sambil menatap teman sebelahnya seperti tidak percaya. Mungkin dalam fikirannya, kok orang yang punya tulisan seperti ini bisa kerja di Bank. Mungkin itu, fikir saya.

"Iya" Jawabku cepat.
"2,4 juta ya, mas.
"Pas mba, uangnya.Makasih ya..."

Saya berlalu dengan cepat karena berkejaran dengan waktu yang hampir mendekati Maghrib. Sepanjang jalan saya masih tersenyum simpul mengingat hal yang baru saja terjadi. Apa iya tulisan saya seburuk itu yaa? selama ini pun dokter, apalagi jika menulis resep obat, tulisannya hampir tidak bisa saya baca. Bukan tulisannya, tapi semangat kerjanya yang utama, dalam hati saya membenarkan pernyataan yang saya buat sendiri.
Lanjutin Baca