Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2013

Perbedaan Antara Present Perfect Dengan Present Perfect Continuous

Gambar
pict from sorayaeoi[dot]blogspo[dot]com Beberapa hari yang lalu, adik saya baru selesai mengikuti ulangan di tempat kursusnya. Dia kursus bahasa inggris, kebetulan jurusan yang ia pilih juga bahasa inggris, bedanya dia ambil jurusan satra inggris sedangkan saya dulu pendidikan bahasa inggris. Sambil mengoreksi lembar soal yang telah dia kerjakan dan berdiskusi kecil mengenai grammar dengannya. Pada akhirnya dia mengajukan pertanyaan, yang menurut saya sebenarnya adalah sebuah pernyataan, bahwa Present Perfect dan Present Perfect Continuous tidak memiliki perbedaan sama sekali. Saya ingin menjawab bahwa tentu saja kedua tenses itu mempunyai perbedaan, namun saat itu saya lupa. Pada kesempatan ini saya akan menjawab pertanyaan adik saya melaui postingan ini. Present Perfect Tensis ini digunakan untuk menggambarkan perbuatan, peristiwa, atau keadaan yang terjadi di waktu sebelumnya dan masih terjadi sekarang. Rumusnya: Subject + Have/Has +Past Participle Verb...

Rupiah Jaman Dahulu

Gambar
Beberapa hari yang telah lalu, sepulang dari OTS (Survey Lapangan, Pen), kami berkumpul di area Banking Hall seperti biasanya, berbagi cerita dan bertanya akan solusi terhadap permasalahan yang kami temui di lapangan. Tapi salah satu rekan kerja bercerita bahwa dia pernah menjual pecahan Rp. 500,- tahun 1992 yang ada gambar Orang Utannya dengan harga yang fantastis. Kebetulan yang membeli adalah memang benar-benar kolektor uang kuno. Saya jadi ingat sesuatu. Di rumah ada tersimpan rupiah jaman dahulu juga. Ada pecahan lima rupiah edisi Bukit Tinggi 1 Januari 1948, dimana pada saat itu disebut dengan URIPS (Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera) yang ditetapkan oleh gubernur Provinsi Sumatera saat itu, yaitu Mr. Teuku Muhammad Hasan. Uangnya sudah mulai lusuh, bekas lipatannya cukup jelas terlihat. Pecahan Rp. 5 Edisi  bukit tinggi 1948, tampak depan Pecahan Rp. 5 Edisi  bukit tinggi 1948, tampak belakang Yang satu lagi adalah pecahan uang se...

Alhamdulillah, Akhirnya Edensor Nyusul juga

Gambar
Alhamdulillah, akhirnya novel ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi, Edensor ,  sudah di-film-kan juga. Jadi tidak sabar rasanya duduk di Teater 21 pada tanggal 24 Desember 2013 mendatang. Sudah dipastikan bahwa tidak semua penggambaran di dalam novel aslinya dapat digambarkan secara persis di dalam filmnya, namun saya berharap semangat dan ruh cerita aslinya tidak hilang ya :). Selamat ya Bang Andrea Hirata, I proud of you. Semoga Maryamah Karpov -nya juga segera di-filmkan ya.

Bahan Kuliah Bahasa Inggris: Translation (Idiomatic Translation)

Gambar
Setelah hilangnya blog saya yang pertama, di multiply.com, saya merasa perlu membuat postingan ini. Hal ini dikarenakan, rujukan bahan perkuliahan bahasa inggris yang benar-benar susah dicari bukunya, sudah pernah saya siapkan sebahagian di blog pertama saya. Maka dari itu, saya rasa tidak salah jika saya posting ulang, agar bisa lebih bermanfaat lagi buat yang kuliah di jurusan bahasa inggris, atau yang membutuhkan.    beberapa dari bahan ini saya dapatkan dari seorang teman yang sekarang tinggal di Tallahassee, Florida , Bang Amir . Beliau sekarang bekerja sebagai Erasmus Mundus Postdoctoral Researcher di Groningen University . Saya mendapatkan artikel-artikel ini pada saat proses penulisan skripsi saya yang membahas tentang Idiomatic Translation . Berikut ini beberapa bahan yang dapat saya share. Bisa didownload kok, semoga bisa bermanfaat:  Meaning and Use   Semantic Transfer and Its Implications for Vocabulary Teaching in a Second Language ...

Diskusi Disebuah Meja Yang Lebar

Di meja ini kita berdiskusi, ya, panjang lebar Dari empat penjuru dunia untuk meredam halilintar Dengan santai dan tanpa rasa lapar, Daun tikar malam pun hampir tergelar Dimana hati yang menjuluki dirinya pendekar? Di sana daging manusia sedang dibakar! Dalil apa lagi yang menghambat keputusan keluar? Demi Allah, mereka adalah kita sendiri yang mati terkapar, Dan kita di sini, berdiskusi panjang lebar tiada kelar-kelar.  Jambi, Rumah Kemuliaan, 11 Januari 2009

Gegap Gempita 1 Muharram dan Faham Yang keliru dalam Masyarakat

Gambar
Aku menelusuri jalan karya Karya Maju menuju simpang Pemancar. Semakin keujung, kok jalanan semakin padat? tanya ku dalam hati. Bunyi klakson bersahut-sahutan di belakangku, "cepetan, oy" aku terjemahkan bunyi-bunyi itu. Sesampai di simpang, aku baru mengerti, ternyata ada pawai obor menyambut tahun baru Hijriyah, 1435 H. Hati yang sedari tadi gusar karena jalanan macet banget seketika berubah menjadi terenyuh melihat adik-adik nan manis dengan semangat berjalan membawa obor diiringi drum band oleh anak-anak SD. Subhanallah.Alhamdulillah. Allahuakbar. pict from garut-express[dot]com Sambil menunggu para peserta pawai lewat, sekilas ingatan terlintas ucapan seorang paruh baya beberapa hari yang lalu, bentar lagi 1 muharram, apalagi jatuhnya pas hari selasa, jangan kemana-mana ya, nanti bisa celaka.   Astaghfirullahal 'adziim , ternyata kepercayaan kuno seperti ini masih banyak melekat di masyarakat. Padahal Allah sendiri dalam Al Qur'an memberik...

Lalang di Tepi Pantai

Hamparan sabana dalam bola-bola kecil itu; Seraut warna terpancar adalah angin yang bersiur Dengan lembut menyapa bebatuan di dermaga. Dari sana pula terpetik nada dan melodi yang manja; Buih air laut ketika menyentuh bibir pantai. Dan ketika cerita mulai menganak sungai, Dari lidah yang ranum, rumbai manik selendang merah Melilit rapi tetubuh ilalang, Yang selalu menari menerjemahkan gerak angin; Lagu yang dinyanyikan laut berbunyi merdu memecah biru. Tapi lautku telah habis kupinjamkan pada mata Agar ia masih bisa menangis. Pulau Berhala, 22 Juni 2009

Senyum Putri Malu Sedingin Embun

Bukan pertama kalinya ku ceritakan Sejarah sepi yang datang dari pulau apa Yang menetes dari ujung akar-akar angin, Dari telaga sajak yang sedang dibaca. Hei, kau yang begitu angkuh, Aku adalah kerak nasi dan hitam arang, Bersamaan dengan kilat pelangi dan musim hujan, Atau kau akan menyembuhkan satu deras                                                 Hujan? Menuang senpi di celah-celah senyum Yang belum sempat ku tanyakan, Senyum yang dingin Sedingin embun. Rumah Kemuliaan, Jambi, 30 Desember 2008

Di Beranda, Ada Yang Terlupa

Hari ini kau datang. Tunggu dulu. Duduk sajalah dulu, duduk sajalah. Di beranda depan. Di situ dapat kau hitung Gerak dengan jemarimu. Oh, ada yang lupa ku beritahu; Jalan di depan rumah runcing berbatu. Duduk sajalah di situ, duduk sajalah. Aku sedang melukis wajahmu Dengan kalimat yang belum ku tahu, Bahkan kau pun sama, Barangkali ia memang tidak mau Dikenal sekedar sebagai tamu. Tapi mengapa yang terlukis justru rindu? Bukan wajahmu. Rumah Kemuliaan, Jambi, 16 November 2008

Sepi itu di gantungan baju

Saat hujan menyelimutkan dingin Sepi itu ku letak di gantungan baju Warnanya kelabu Udara asin, sepi bersin Kesunyian terlempar dari mulutnya Rerumputan terjangkit flu Dan berkata: saya tinggal Di alam kesunyian. Saat hujan mereda Entah dentingnya terdengar di kejauhan. Nipah Panjang, 19 Mei 2005

Sajak makan siang

Seorang anak bermimpi duduk di awan Dilihatnya awan mengajaknya berteman. Pada saat makan siang di hidangkan, Lauknya sederhana saja di atas nampan Semangkuk sup hati dengan irisan kecil Berkuah air garam dicampur jeruk nipis. Ia terbangun Terkejut meraba dadanya, Hatinya hilang Dibuat sup dalam mimpi. Nipah panjang, 14 Mei 2005

Catatan Malam Anak Nipah

Di ujung derai daun kelapa Aku menyelam ke laut lama Dengan bekal coretan pena Dan kertas putih di atas meja Ku tuang dalamnya serimbunan gema Rerimbunan gemericik air telaga Aku di pinggirnya: Mengapa putih waktu selalu sama? Nipah Panjang, 18 desember 2004

Waktu Untuk Pulang

Aku tahu lembut angin di sore senja Yang berjalan tertatih tatih; Sepotong tongkat menyangga kaki, Tapi tetap saja lembut mengalir Menenggelamkan manusia yang lupa (kepada Tuhan yang menciptakan angin) Kemudian mengabur dan menghilang Dalam jantung dimensi detik. Jangan kau pikir berapa sayapnya, Atau ingin melihat wajahnya, Karena kita tidak tahu Di kampung mana kita terbenam, Serupa musafir di tengah malam; Linglung dalam kelam. Nipah Panjang, 25 November 2004

108 Bayang-bayang Cahaya

Di sini, Di dalam bayang-bayang maghrib Memacu keheningan, Sepi Tiada berteman, Hanya berteman Baying-bayang cahaya. Di sini, Di dalam sepi, Hanya sendiri, tapi 108 Menemaniku membisu; Baying-bayang cahaya. Di sini Ingin ku kenal apa-apa Apa saja yang tersirat dan tersurat Hingga hanya suara; Baying-bayang cahaya. -       Getaran bunyi mencari kesempatan Menembus gendang tipis, Tapi aku ingin juga – Gema berlalu tanpa pamit, Memang bukan kuasa, Lalang pun akan menusuk Bila disapa tanpa permisi. Di sini, Diselimuti sepi, Tiada keramaian, Hanya kebisuan sangat! Sebatang badan pun saat ini sendiri. 108 Sendiri, Sepi, Sunyi, Senyap, Semua sendiri dalam sendiri, Aku pun dalam sendiri. Di sini, 108 Baying baying cahaya; Sepi. Hotel Kanigara, Jambi, 4 Juni 2004.