BAB 3. MR. NICE

 


“Kamu baru saja chat sama siapa, Rin?, kok sepertinya akrab banget sampai senyum-senyum sendiri gitu” tanya Puput, adik dari ibu Narina.

“Pak, Hamdi, Bi. Guru Narina di Sekolah” ujarnya yang masih mengetik pesan sambil cekikikan sendiri. 

“Kamu chatan sama gurumu? Bapak-bapak loh itu. Meski itu gurumu, tapi kok seperti deket banget? ” tanya Puput kembali yang sedari tadi berdiri di pintu kamar Narina. 

“abisnya Lucu, Bi'. Pak Hamdi itu pinter dan lucu. Itu juga yang buat betah di kelas kalau dia ngajar sih” Narina meletakkan Gadgetnya di kasur dan duduk bersila di tepi kasur. 

“Pendapat pribadi? ” Tanya Puput lagi. 

“Dia itu ga hanya dianggap guru loh di kelas, tapi kawan-kawan menganggap dia seperti seorang Bapak”

“Ah masa? Hati-hati loh, nanti kalo ternyata monster gimana?” ujar Puput sambil menjatuhkan punggungnya di kasur sedangkan kakinya dibiarkan menyentuh lantai kamar. 

“Sepertinya tidak kok Bi', Pak Guru orangnya baik, pintar, nyenanginlah pokoknya” Narina pun ikutan merebahkan badan seperti Bibi'nya. Sama. Dengan kaki menyentuh lantai kamar. 

“Namanya Hamdi, ya?” Puput bertanya sambil memainkan rambut panjangnya yang hitam kecoklatan. Kaos hijau bergambar panda melekat pada tubuhnya. Kulit putih bersih seperti salju. 

“Iya, namanya Pak Hamdi. Ada apa bibi' nanya sampai segitunya?”

“Namanya sama dengan sahabat bibi' dulu sewaktu masih SMP” Puput menjelaskan. 

“O, kebetulan ya, bisa sama namanya. Tapi, Pak Hamdi sekarang sedang sakit. Sedang dirawat di rumah sakit. Jadinya kurang seru, dia ga bisa ngajar di kelas. Mana yang gantikan dia selama sakit orangnya ga seru lagi. Makanya Narina dan lainnya sering menghiburnya meski hanya dengan ngobrol lewat WA” Narina bangkit kembali duduk bersila seperti sebelumnya. 

Pandangan Puput menyentuh langit-langit kamar yang berwarna merah muda. Tangannya meraih guling di atas kepalanya. Pikirannya menerawang jauh. Dia merasa heran dan juga senang keponakannya mendapatkan guru yang baik hati. Dia ingat dulu sewaktu sekolah, tidak ada guru seperti itu. Semuanya Normatif sebatas pengajar, penyampai materi, penguji saat ujian. Hanya itu.

“Gurumu itu asli orang Ranai?” tanya Puput yang kini seperti bersiap tidur. Semua kakinya kini diatas ranjang. Selimut pun sudah ditarik, menutupi badan. 

“Eh, kok bibi' tidur di kasur Narina?” Narina berntanya balik. 

“sekali-kali boleh dong, sama ponakan bibi' yang cakep. Yang tadi gimana? Dia orang asli Ranai apa bukan? ”

“Bukan” jawab Narina singkat

“Lah, perantau dong berarti”

“Iya, dia Guru baru di sekolah, belum sampai setahun kok”

“Hmm... ” Puput bergumam sambil memejamkan mata. 

“Bibi' kepo deh, ih. Jangan bilang kalau bibi' minta nomor WAnya” Narina menatap Puput sambil menggoda. 

 Suara musik terdengar dari gadget Narina. Suaranya memenuhi ruangan kamar. Dia pun terlihat mengikuti lagu dengan asyik. Seperti tidak hirau dengan Puput yang ada di sampingnya. 

Give me endless summer, 

Lord, I fear the cold, 

Feel I'm getting old, 

Before my time

“Kalau dikasih nomor WAnya juga ga apa-apa juga” ujar Puput sambil membuka mata yang dipesan. 

“untuk apaan lah, Bi'? ”

“Yaaaa, itung-itung bisa nanyain kamu di sekolah serius belajar apa tidak” jawab Puput sambil menggerakkan alis ke atas dua kali. 

“Modus kayaknya nih. Lagian bukannya Bibi' lagi didekatin sama beberapa cowok kan? Itu yang sering datang ke rumah pakai motor Kawasaki Ninja 250 hijau metalik. Yang pakai Mobil CRV putih juga tuh. Emang belom ada yang cocok? ” ucap Narina mulai cerewet. 

“mereka semua memang tajir, sepertinya. Tapi justru karena itu mereka seperti bangga sekali. Kelihatannya sombong dengan harta” Puput berucap. Tangannya meraih Hp Android Narina. Sedang mencari lagu. Sudah dapat, gadgetnya dikembalikan ke Narina. Seperti menyuruh untuk mendengarkan lagunya. Lagu pun berganti. Lagu Letto Band pun mengisi sudut ruang yang semakin sendu diwaktu menjelang tengah malam. 

“Kau datang dan pergi, oh, begitu saja

Semua kut'rima apa adanya

Mata terpejam dan hati menggumam

Di ruang rindu kita bertemu”

“Ih, lagunya lawas sekali, Bi'. Tapi liriknya asik, sampai masuk ke relung hati” ujar Narina mengomentari lagu yang diputar Puput. 

“Gimana yang tadi, boleh bibi' dikasih nomer Wa-nya? ” Puput kembali meminta, tapi kali ini dia serius. Mimik mukanya tidak bercanda. 

“Boleh aja sih. Tapi awas ya Bi', jangan digodain” Narina seolah mengancam. 

“Ya tidak lah. Tapi sepertinya guru asik ya. Dengar penjelasan mu tentangnya dan perlakuan semua teman-teman mu di kelas, jadi penasaran orangnya seperti apa” Puput bangun dari kasur, kembali duduk di pinggirannya. 

“Bi', Pak Hamdi itu guru perantauan. Dia hanya nge-kos di Ranai. Dia ga punya motor sport apalagi mobil mewah loh” Narina menimpali 

Puput berjalan ke arah pintu kamar. Menyandar di daun pintu dan kembali melihat Narina yang masih di atas kasur mendengarkan musik. 

“Siap, Boss. Aman lah soal itu” ujar puput sembari melangkah meninggalkan kamar Narina. 


                                                                                  * * *


Jam sudah menunjukkan pukul 11.15 malam. Tirai Jingga muda sudah di tutup rapat oleh perawat. Mata Hamdi belum bisa terpejam. Cahaya lampu yang hidup di belakang pintu kamar rawat mengintipnya dari celah kain pembatas. Perawat hanya menghidupkan satu lampu. Lamunannya surut saat Gadgetnya Menyadarkannya. 

“Hi, Cikgu. Bagaimana kabarnya?” bunyi teks WA yang baru saja mendarat di depannya. 

“Baik, alhamdulillah. Mohon maaf, siapa ya? Nomernya tak ada di ponsel saya” balas Hamdi yang bingung dengan pesan tak dikenal. 

“Mohon maaf Cikgu, PR terakhir sekian tahun yang lalu belum saya kumpulkan” jawaban yang kembali masuk

Hamdi menjadi tambah bingung dengan pesan yang diterimanya. Apalagi dengan pengakuan PR yang sepertinya sudah sekian tahun berlalu. Fikirannya menerawang jauh ke belakang. Menerka-nerka siapalah agaknya orang yang sedang diajak berbincang dengan pesan. 

“PR? Saya tidak ingat jika pernah memberikan tugas rumah dan belum diselesaikan. Maaf saya tidak ingat” Pak Hamdi kembali membalas dengan nada bingung yang diselipkan di setiap kata. 

Sorry lah cikgu. Hanya teasing you aja. Maaf mengganggu. Salam kenal dari orang Ranai” bunyi pesan balasannya

“Terimakasih sudah menjadi guru yang baik untuk kemenakan saya, Narina. Dia cerita banyak tentang Bapak. ”seems that you are nice teacher, a kind person for all your Students“ sambungnya kembali. 

”Oo, bibi'nya Narina toh. Salam kenal Mba. Mohon maaf jika terlalu cerewet sama Narina. Dia anaknya pintar tapi sedikit manja“ Wajah Hamdi sudah tak bingung lagi. 

”Tidak mengapa, Pak. Go ahead, it doesn't matter any more. Thanks alot being a kind one. Anak itu memang manja.“ balasnya. 

By the way, Mba boleh tau saya manggilnya siapa ya?“ Ucap Hamdi lewan pesan teks kembali. 

”oh iya sorry, hahaha you can call me Puput“ ujarnya lewat pesan. 

”Puput? Hmm saya kenal banyak orang dengan nama itu. Yang ini akan saya simpan dengan nama “Puput/Narina" Saja biar tidak salah orang” jawab Hamdi disertai emoticon senyum tiga buah. 

“Nice to chit-chat with you, Mr. Mohon maaf menggangu waktu istirahatnya. Have a nice dream. Good night” 

Ok. Good night” balas Hamdi sambil meletakkan gadget di atas meja kecil di samping kanannya. Dia tersenyum, banyak sekali yang namanya Puput ternyata, dia membatin. Perlahan kelopak matanya memaksa dia untuk berlayar ke dalam dunia mimpi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

+62111, Ada apa ya?

Langko