Jika pada suatu hari terlihat sebuah kota
dengan pohon cemara di kanan dan kiri jalannyadimana pelangi adalah jalannya
maka saat itu,
tidak mungkin jadi
meski harum seribu bunga tercium wangi
dan landscape matahari terbenam di suatu sore,
tetap saja tidak mungkin
dan jika pada suatu hari manis dogan
begitu menggoda dahaga
dengan terpaan angin sayup nan lembut,
kota itu tidak mungkin ada.
keramahan hanyalah sebuah desa, yang
memang terlalu indah, dan pemiliknya
yang, memang kebaikan adalah tamannya
penuh sesak berbagai bunga
- aku pun bingung, bunga rosin atau
bunga kersa yang ada disana -
seperti bermimpi melihat salju turun di daerah tropis
tetapi terbangun dan langsung menangis
apakah diperlukan sebuah kota?
TIDAK.
yang diperlukan hanyalah sebuah gubuk
dengan lentera kecil menyinarkan kesederhanaan
karena hanya dengan demikian
dapat ku nikmati persahabatan dengan
indahnya kunang-kunang.
tapi apakah kita tidak memerlukan udara?
begitu sayup ia hingga kita hanya bisa
mendengarkannnya menyapa tanpa melihatnya,
(karena sesungguhnya ia telah mengenal
apa-apa saja yang ada di dalam dada)
bahkan pasir pun akan menjawab segala keadaan,
betapa tidak, ia pun ikut dalam setiap perjalanan arus
tanpa ia tahu di batas sungai mana ia akan
berhenti, dan menikmati sinar matahari pagi.
padahal ranselnya terlepas dalam kedalaman sungai.
namun tidak ada yang akan disesalkan
adalah hari yang indah dan cerah
aku teriakkan sebuah gema
nada-nada pecah fatamorgana
aku hanya ingin tersenyum bersama
melewati hari tanpa duka,
tapi gurau senda,
tanpa harus faham tentang tamannya
atau tentang sebuah kota.
aku hanya sedikit berguna,
paling tidak untuk sebuah lelucon agar engkau tertawa
yang aku takut adalah,
jika aku lebih dulu rampung dalam waktu
dan lebur bersama udara,
padahal ini belum ku katakan
atau bahkan tidak sempat menulis
puisi lagi
bila waktu itu tiba
jagalah ia sepenuh hati
meski tidak akan pernah ada sebuah kota
maka berkatalah dengan segala keserhanaan
persahabatan adalah cinta yang agung,
meski langit berhias mendung.
diantara mereka, aku ada
disana lihatlah,
aku juga bisa tersenyum sederhana
meski sangat sederhana dari yang pernah ada.
Jambi, Rumah Kemuliaan
5 Juni 2008
dengan pohon cemara di kanan dan kiri jalannyadimana pelangi adalah jalannya
maka saat itu,
tidak mungkin jadi
meski harum seribu bunga tercium wangi
dan landscape matahari terbenam di suatu sore,
tetap saja tidak mungkin
dan jika pada suatu hari manis dogan
begitu menggoda dahaga
dengan terpaan angin sayup nan lembut,
kota itu tidak mungkin ada.
keramahan hanyalah sebuah desa, yang
memang terlalu indah, dan pemiliknya
yang, memang kebaikan adalah tamannya
penuh sesak berbagai bunga
- aku pun bingung, bunga rosin atau
bunga kersa yang ada disana -
seperti bermimpi melihat salju turun di daerah tropis
tetapi terbangun dan langsung menangis
apakah diperlukan sebuah kota?
TIDAK.
yang diperlukan hanyalah sebuah gubuk
dengan lentera kecil menyinarkan kesederhanaan
karena hanya dengan demikian
dapat ku nikmati persahabatan dengan
indahnya kunang-kunang.
tapi apakah kita tidak memerlukan udara?
begitu sayup ia hingga kita hanya bisa
mendengarkannnya menyapa tanpa melihatnya,
(karena sesungguhnya ia telah mengenal
apa-apa saja yang ada di dalam dada)
bahkan pasir pun akan menjawab segala keadaan,
betapa tidak, ia pun ikut dalam setiap perjalanan arus
tanpa ia tahu di batas sungai mana ia akan
berhenti, dan menikmati sinar matahari pagi.
padahal ranselnya terlepas dalam kedalaman sungai.
namun tidak ada yang akan disesalkan
adalah hari yang indah dan cerah
aku teriakkan sebuah gema
nada-nada pecah fatamorgana
aku hanya ingin tersenyum bersama
melewati hari tanpa duka,
tapi gurau senda,
tanpa harus faham tentang tamannya
atau tentang sebuah kota.
aku hanya sedikit berguna,
paling tidak untuk sebuah lelucon agar engkau tertawa
yang aku takut adalah,
jika aku lebih dulu rampung dalam waktu
dan lebur bersama udara,
padahal ini belum ku katakan
atau bahkan tidak sempat menulis
puisi lagi
bila waktu itu tiba
jagalah ia sepenuh hati
meski tidak akan pernah ada sebuah kota
maka berkatalah dengan segala keserhanaan
persahabatan adalah cinta yang agung,
meski langit berhias mendung.
diantara mereka, aku ada
disana lihatlah,
aku juga bisa tersenyum sederhana
meski sangat sederhana dari yang pernah ada.
Jambi, Rumah Kemuliaan
5 Juni 2008
2 comments:
Masnya mana? kok tidak ada dalam foto yang diatas?
Miftah,, iyalah ga keliatan mas, kan saya yang motretnya, hehehe
Posting Komentar