Tidak bisa pungkiri bahwa hampir setiap sudut tongkrongan tidak lepas dari scroll media sosial, bahkan tak jarang yang buang hajat pun melakukan yang sama. kondisi ini membuat perbedaan yang mencolok dengan generasi sebelumnya yang mana, buku merupakan wisata yang digemari oleh kalangan pencari pengetahuan atau jelajah dunia kata yang memperkaya imajinasi.
Kecenderungan generasi muda, khususnya Generasi Z (Gen Z) dan Generasi Alpha, untuk menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial dibandingkan membaca buku merupakan fenomena yang dapat dijelaskan secara ilmiah melalui pergeseran kognitif dan perilaku yang didorong oleh lingkungan digital.
1. Perubahan Pola Kognitif dan Perhatian
Media sosial, dengan kontennya yang didominasi oleh teks singkat, gambar visual, dan video berdurasi pendek (misalnya, TikTok, Instagram Reels), melatih otak untuk mencari gratifikasi instan dan perpindahan fokus yang cepat.
- Gratifikasi Instan: Konten media sosial dirancang untuk menarik perhatian seketika dan memberikan hadiah dopamin yang cepat (melalui likes, komentar, notifikasi). Hal ini berlawanan dengan membaca buku, yang membutuhkan konsentrasi berkelanjutan dan memberikan kepuasan yang lebih lambat dan mendalam.
- Kebiasaan Skimming dan Scanning: Paparan konten media sosial yang terus-menerus dan cepat membentuk kebiasaan membaca dengan teknik skimming (membaca sekilas) atau scanning (mencari kata kunci) daripada membaca mendalam (deep reading) yang penting untuk memahami teks kompleks, menganalisis argumen, dan membangun pemahaman kontekstual (Source: Carr, 2011; Subrahmanyam et al., 2008).
- Penurunan Rentang Fokus: Studi menunjukkan bahwa paparan terus-menerus terhadap konten yang bergerak cepat dapat mempersulit remaja untuk mempertahankan fokus dalam waktu lama, yang merupakan tantangan signifikan ketika terlibat dengan bacaan panjang dan kompleks (Source: Talker Research, 2025).
2. Efisiensi Informasi dan Format yang Disukai
Generasi digital native terbiasa mengakses informasi secara cepat, ringkas, dan visual.
- Prinsip Omnivorous dan Opportunistic: Generasi ini, yang sering disebut sebagai digital natives, memiliki karakteristik "opportunistic" dan "omnivorous" dalam mencari informasi. Mereka ingin mendapatkan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan instan melalui lingkungan online (internet) yang serba hypertext (Source: Ku & Soulier, 2009). Menjadi opportunistic berarti generasi ini akan memanfaatkan setiap kesempatan dan kemudahan akses digital untuk mendapatkan informasi secara real-time dan secepat mungkin, yang merupakan ciri khas lingkungan online yang serba cepat. Omnivorous disini bermakna mereka "melahap" atau mengonsumsi informasi dari semua format dan sumber yang tersedia di lingkungan digital dengan cara yang cair, tidak linear, dan sangat beragam, mirip seperti hewan omnivora yang memakan segala sesuatu yang dapat mereka temukan. Perilaku ini berkontribusi pada kecenderungan untuk sering beralih fokus (multitasking) saat mengakses konten.
- Preferensi Visual: Konten visual dan interaktif di media sosial (misalnya infografis, thread ringkas) lebih menarik bagi mereka dibandingkan teks panjang, karena dirasa lebih mudah diproses dan lebih relevan dengan gaya hidup serba cepat (Source: BPMPP, 2025).
3. Aspek Sosial dan Literasi Digital
Media sosial juga memengaruhi kebiasaan membaca melalui dimensi sosial dan pengembangan literasi.
- Fungsi Sosial: Media sosial bukan hanya sumber informasi, tetapi juga alat untuk bersosialisasi dan berekspresi. Waktu yang dihabiskan untuk interaksi sosial online secara otomatis mengurangi waktu untuk aktivitas soliter seperti membaca buku rekreasi (Source: Sebaj et al., 2012).
- Literasi Digital: Meskipun mengurangi minat membaca buku cetak, media sosial juga memunculkan bentuk literasi baru, yaitu literasi digital. Platform seperti Bookstagram atau BookTok justru menjadi sarana promosi dan diskusi buku yang interaktif, yang dapat memantik minat baca, meskipun format konsumsinya tetap terfragmentasi (Source: Diandra Creative, 2025).
Kecenderungan generasi sekarang memilih media sosial daripada buku didukung oleh temuan bahwa waktu yang dihabiskan untuk internet, terutama media sosial, jauh lebih besar daripada waktu untuk membaca non-akademik. Ini merupakan hasil dari pergeseran lingkungan dari media cetak ke media digital, yang membentuk preferensi kognitif terhadap konten singkat, visual, dan cepat saji, serta memenuhi kebutuhan sosial dan informasi yang serba instan.
Meskipun media digital menawarkan akses informasi yang cepat, membaca buku tetap penting untuk mengembangkan pemahaman mendalam, kemampuan analisis, dan pemikiran kritis yang sulit dilatih hanya melalui konten media sosial.
==================
Daftar Pustaka:
- BPMPP. (2025). Scroll vs. Read: Tantangan Minat Baca di Era Media Sosial.
- Carr, N. (2011). The Shallows: What the Internet Is Doing to Our Brains. W. W. Norton & Company.
- Diandra Creative. (2025). Pengaruh Media Sosial terhadap Kebiasaan Membaca dan Menulis Masyarakat Indonesia.
- Ku, Y., & Soulier, J. S. (2009). Characteristics of Digital Native.
- Sebaj, M. A. et al. (2012). PERILAKU DAN PREFERENSI MEMBACA DI KALANGAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA. Jurnal Kajian Perpustakaan dan Informasi.
- Talker Research. (2025). “Gen Z Paling Rajin Konsumsi Media, Daya Fokus Paling Rendah”.
- Subrahmanyam, K., Reich, S. M., Waechter, N., & Espinoza, G. (2008). Online and offline social networks: Use of social networking sites by adolescents and its relation to friendship and well-being. Developmental Psychology, 45(6), 1508–1525.

0 Komentar