Matalah Yang Mendung
Kami dipaksa menggosok bumi sampai putih. Tak tahu tangan sudah mulai hilang kulit, Tak tahu keringat sudah menganak parit, Pun, tak tembus pandang jejak yang mulai bersih. Kami dipaksa tertawa sengit, Tak tahu darah darah menetes perlahan, Tak tahu nafas mulai tertahan, Pun, tak bergeming berpumpuk jarak yang semakin pelit. Ladang-ladang kami buka sebisa tenaga, Kami cangkul kami gemburkan tanah dengan doa, Jika musim sedang kemarau, matalah yang mendung agar segera hujan. Meski tahu mulai mengering, tetap saja kami peras cawan perlahan. Jaluko, 14 April 2012 Habibi Daeng